Dugaan KKN Untan, Mahasiswa Tuntut Sikap
Rektor
Pengungsi
KKS Datangi Kanwil Trans dan PPH
Pontianak,AP
Post
Puluhan
mahasiswa Universitas Tanjungpura yang tergabung dalam Komite Pemilihan Raya
Keluarga Besar Mahasiswa (KPR-KBM) Untan, Kamis (16/9) siang menggelar unjuk
rasa menuntut sikap Rektor Ir Hj
Purnamawati atas kasus dugaan mark up senilai
Rp 2,3 miliar yang melibatkan dosen dan pejabat Untan. Mereka menilai,
rektor tidak punya sikap atas kasus yang cukup mencoreng perguruan tinggi
negeri itu. Sementara itu, ratusan pengungsi korban kerusuhan Sambas, menggelar
demo di Kanwil Trans dan PPH, menuntut agar nasib mereka lebih diperhatikan.
Sebelum
menuju rektoriat, mahasiswa mengelilingi kampus guna menarik simpati
mahasiswa di tiap fakultas. Sedikit demi sedikit jumlah pengunjuk rasa
bertambah. Kecuali membawa bendera
merah putih, mereka juga mengusung
sejumlah spanduk yang berisikan gerakan moral memberantas praktik KKN di Untan.
Sekitar
pukul 11.00 WIB mereka menduduki halaman parkir mobil rektor. Secara bergiliran
mereka menyuarakan ketidakberesan sejumlah oknum Untan, maupun kiprah Untan di
Kalbar. Mereka menyoroti soal dugaan korupsi Rp 2,3 miliar yang dilakukan oknum
dosen. Rasa prihatin dengan kondisi Untan juga mereka coretkan melalui spanduk,
yang antara lain berbunyi 'KKN di Untan, Rektor Kok Diam', 'Seret Koruptor
Untan ke Pengadilan', 'Usut KKN di Untan, Kajati Jangan Tidok (tidur-red)'.
Mereka mempersoalkan mengapa Purnamawati tidak berkomentar dan menghindar saat
ditanya wartawan berkaitan dengan kasus dugaan korupsi Rp 2,3 Miliar.
"Kami merasa sedih dengan keadaan itu," kata salah seorang pengunjuk
rasa.
Syamsuri,
salah seorang aktivis KPR KBM Untan menyayangkan sikap rektor. "Seharusnya
lembaga perguruan tinggi harus menjadi oposisi, juga menjadi gerakan moral
dalam memberantas KKN," tegas Syamsuri yang juga Sekjen Solmadapar itu.
Koordinator
KPR BKM Untan, Roni Yani dalam
pernyataannya meminta Rektor bersikap secara tegas terhadap benar atau tidaknya
korupsi yang dilakukan oknum-okunm Untan. Kemudian mengeluarkan
oknum-oknum yang terbukti berbuat KKN
dari Untan. "Rektor harus memiliki komitmen yang kuat untuk mengkampanyekan anti KKN di Untan,"
tegasnya.
Pihaknya
meminta Kejaksaan Tinggi untuk bangun dari tidur panjangnya. Selain itu
melakukan tanggungjawabnya untuk mengusut tuntas kasus-kasus KKN baik di Untan
maupun di Kalbar.
Komitmen
Rektor
Pengunjuk
rasa juga meminta Purnamawati untuk
menemui mereka dan menjawab sejumlah pertanyaan. Setelah didesak
akhirnya, Purnamawati dan sejumlah pejabat keluar.
Menanggapi
pertanyaan dari salah seorang pengunjuk
rasa soal komitmen dirinya sebagai rektor, Purnamawati belum memberikan jawaban yang memuaskan, sehingga membuat
pengunjuk rasa merasa kecewa."Komitmen rektor tidak diungkapkan. Kami tidak puas dengan jawaban
itu, padahal komitmen itu hal yang kami minta sebab itu prinsip,"
katanya.
Demo
Pengungsi
Sementara
itu, sekitar seratus warga pengungsi kasus kerusuhan Sambas, Kamis (16/9) pukul
09.00 WIB mendatangi Kanwil Transmigrasi
dan PPH Kalbar guna
mempertanyakan komitmen Deptran
dalam menangani Korban Kerusuhan Sambas
(KKS). Pasalnya mereka melihat program yang dijalankan pihak transmigrasi tidak
optimal.
Datang
dengan membawa sejumlah pamflet, warga
pengungsi menuntut komitmen Kanwil Deptran dan PPH Drs HA Munasib H untuk menuntaskan persoalan yang mereka
hadapi. Mereka memberi waktu pada Munasib
hingga Senin (20/9) untuk
memberikan jawabannya.
"Jika
tidak kami akan mengerahkan anak-anak
kecil, orang tua, pemuda bahkan semua wanita yang ada di pos-pos pengungsian
untuk datang kemari," tegas Aris, salah seorang aktivis
Gerakan
Masyarakat Untuk Kemanusiaan dan
Keadilan (Gemanika) menjawab AP Post.
Menurutnya,
program yang dijalankan tidak optimal dan sangat jauh dari yang diharapkan
dalam menangani KKS secara menyeluruh.
Indikasi
ini terlihat pada kebijakan Deptrans
dan PPH yang akan menempatkan kembali KKS di Tebang Kacang dengan kapasitas
1000 KK masih tersendat-sendat. Selain itu tidak sesuai dengan rencana semula.
Diabaikan
Menurut
Nagian Himawan, Sekretaris Himma Kalbar, penanganan
proyek
dilakukan PT Waltonindo Jaya, dengan
mengambil tenaga dari warga pengungsi. "Yang dikeluhkan belakangan ini
adalah mengenai upah yang selalu diabaikan," kata Nagian.
Selain upahnya
selalu terabaikan juga pengadaan pengadaan barang atau peralatan yang tidak
seimbang. "Dengan demikian, selain memerlukan waktu yang lama, juga terkesan memeras terlalu besar tenaga warga
pengungsi yang ada di Desa Tebang Kacang," ujarnya.
Menjawab
AP Post, Kakanwil Deptrans dan PPH Drs HA Munasib H menjelaskan tak ada niat dari Deptran untuk menyepelekan
penanganan terhadap KKS. Justru dengan adanya pernyataan tadi menjadi bahan
bagi mereka untuk dievaluasi.
"Kami
akan menjawab pernyataan tertulis itu pada 20
September. Kami juga akan mengkoordinasikan dengan instansi
terkait," katanya. (rah/tam).